THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES
Welcome Comments Pictures

Sabtu, 06 Agustus 2011

Masa kecil gue nehh

Kita nggak bicara tentang masa sekarang, yang kalo' lo pada pernah baca blog gue sblum ini, pasti udah tau betapa menyedihkanx kisah hidup gue, terutama tentang percintaan gue yang kandas d tengah gurun pasir yang gersang, panas booo!!! but, kali ini gue mo' critain ttg masa kecil gue yang lagi lucu-lucu en menggemaskan, hahahaha.. masa sih..

Sejak kecil, bisa dibilang hidup gue serba terbatas, meski tidak bisa dibilang miskin karena gue masih bisa makan tiga kali sehari, tapi bagi gue yang kalau tidak salah ingat, masih berumur 8 tahun, jatah ngemil gue yang paling-paling hanya dikasih saat sekolah dan pergi mengaji menjadi SLBTS alias sangat luar biasa terbatas sekali lantaran gue yang sebenarnya berbody langsing ini punya selera ngemil yang abnormal. Gue nggak pernah nuntut mama gue buat kasih jatah makan lebih dari tiga kali, tapi untuk urusan ngemil, terlalu pelit rasanya kalau mama hanya kasih kesempatan hanya dua kali buat gue ngemut makanan ringan yang kalau dalam hitungan detik sudah habis dan berpindah ke perut langsing gue. Jadinya gue yang rada jahil ini memanfaatkan bakat tangan panjang gue (ehem, maaf kalau ini membuka aib gue sendiri).

Jadi, begini ceritanya…

Di suatu siang yang sangat terik dan membakar kulit, gue yang sedang sakau karena tak ada cemilan plus tak ada uang, akhirnya memutuskan buat jalan-jalan di sekitar komplek, mana tahu ada cemilan tercecer, atau mungkin ada orang yang berbaik hati menawarkan selembar uang lima ratus rupiah buat gue jajanin permen atau krupuk buat sekedar pereda penyakit sakau ngemil gue. Namun setelah beberapa menit berharap dan menunggu, bala bantuan tak kunjung datang, padahal imajinasi gue udah setinggi langit, biasalah namanya juga anak-anak, imajinasinya kuat, ngelantur dikit bukan masalah, seperti yang gue bilang tadi, namanya juga anak-anak.

Akhirnya gue mutusin buat pulang ke rumah, pasang tampang loyo meski sebenarnya nggak loyo-loyo amat, sekedar acting buat ngibulin Mama supaya kasihan ngeliat anak gadisnya yang cantik ini sangat memprihatinkan, biasanya sih berhasil, meski lebih sering gagal karna buntutnya kakak dan adik laki-laki gue ikutan merengek karena pengen dikasih jatah lebih juga, jadinya tiga-tiga malah nggak dapat apa-apa, diomelin sih iya. Kembali ke masalah awal, gue yang sakau akhirnya masuk rumah, mencari mama dengan tak lupa memasang tampang memelas minta kasihan.

“Ma, minta uang.”

“Buat apa?” selidik Mama, gitu deh kalau dimintai uang, harus jelas dulu buat apa.

“Beli permen.” Jawab gue polos.

“Ntar sore aja, sekarang kamu tidur siang, nggak ada permen-permen.” Mama ngomel.

Gue mulai cemberut. Si Mama nggak hebat ah, padahal sekarang nggak ada kakak dan adik, masa’ tetap nggak dikasih jatah. Omel gue dalam hati, catet, cuma dalam hati, coz kalau sampai protes itu keluar, bukan permen atau uang yang dikasih, tapi cubitan bertubi-tubi yang tanpa ampun menerjang pipi dan tangan gue.

“Tapi Ma, aku lagi pengen makan permen. Ya Ma ya…” rengekku mulai ber-acting.

“Mama bilang nggak boleh, tidur sana, nanti kalau ngaji malah ngantuk.” Mama masih tetap dengan pendiriannya. Dua jempol deh buat Mama, imannya nggak mudah goyah.

Aku mulai menangis, “huaaaaa…..” pura-pura tentunya.

Namun sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya capek juga, sama halnya dengan gue, meski air mata buaya yang gue ciptakan udah seluas samudra atlantik, Mama tetap saja keukeuh dengan pendiriannya untuk tidak meladeni kehendak putrinya ini untuk sekedar beli permen. Mama sama sekali tidak terpengaruh dengan tangisan palsu gue, mungkin karena saat itu gue masih amatir buat seorang pemain sinetron cilik, dan Mama dengan cerdiknya mencium aroma tak sedap yang gue ciptakan, maklum, gue kan belum mandi.

“Jangan lama-lama nangisnya, sakit telinga mama dengernya, sudah ya, mama mau masak, awas kalau kamu nggak tidur. Jatah kamu nanti sore Mama potong.”

Buju buneng, Mama gue nggak ketulungan pelitnya, dikasih enggak, diancam iya. Jengkelin!!!

Mama yang berhasil memenangkan lomba adu acting, akhirnya tersenyum puas, kemudian ninggalin gue yang masih dengan tampang dongo cuma bisa menatap mama yang semakin jauh dari pandangan. Kacau, kacau, kacau, cau, cau, cau. Mama nggak kasih duit, malah disuruh tidur, padahal hasrat gue kebelet ngemil udah menggebu-gebu, nggak bisa ditolerir, nggak bisa di-pending apalagi di-cancel, akhirnya gue nekat. Diam-diam gue masuk ke kamar Mama, sambil sesekali celingak-celinguk memastikan keberadaan gue aman tanpa seseorang pun melihat, sesampai di kamar mata gue langsung tertuju pada tas coklat yang tergantung di dekat ranjang, yupp, pasti di dalam tas itu ada uangnya. Sambil mengendap-endap layaknya pencuri professional, meski sebenarnya sudah aman lantaran saat ini Mama sedang di dapur, berkutat dengan panci dan kompor, jadi mana mungkin beliau bisa mendengar derak kaki gue yang bahkan kelelawar pun tak bisa meraba dengan sinar ultraviolet-nya, eh ralat maksud gue ultrasonik-nya.

Dan hup, gope pun pindah ke tangan gue (doeloe, uang lima ratus sudah bisa beli permen 10 biji). Lumayan. Dengan cepat gue beringsut dari kamar, menuju warung Pak Sagap, warung langganan gue. Setelah transaksi pertukaran duit lima ratusan dengan permen Relaxa 10 bungkus selesai, cepat-cepat gue pulang ke rumah, khawatir bakalan ketahuan Mama kalau anaknya nggak tidur siang. Berhasil, berhasil, hore!!!

Berusaha menciptakan alibi, gue pun masuk ke kamar, agar mama benar-benar mengira aku sudah tidur, seperti yang beliau suruh. Tapi tentu saja gue nggak benar-benar tidur, tujuan utama gue ialah menghabiskan ke-10 permen yang sudah gue beli tadi. Satu permen berhasil gue libas, permen kedua pun masuk ke mulut, ummm… manisss. Sedang asik ngemut permen, tiba-tiba gue dengar derap kaki mendekat, menuju kamar gue. Kalang kabut dan tidak tahu apa yang harus dibuat, tiba-tiba gue nelen permen yang gue emut tadi, celaka tiga belas!!! Keselek tulang ikan nggak apa-apa, lah ini keselek permen Relaxa yang masih utuh, segede recehan gope yang gue colong tadi. Sakit, perih, pokoknya nggak nahan, jadilah gue nangis, meski nggak sesenggukan. Mama nongol, wajahnya muncul di balik pintu. Pengen cerita ke Mama, tapi takut bakal lebih parah, Mama pasti bakal ngomel-ngomel, jadi deh gue lebih milih diam. Pura-pura tidur sembari menahan sakit di tenggorokan. Sakittttt…

Mengira gue bener-bener sudah tidur, Mama pun ninggalin kamar. Lega campur khawatir, lega karena Mama sudah get out, khawatir gue bakal is dead karena permen Relaxa yang tanpa kompromi ini udah buat gue tersiksa lahir batin. Tangis gue makin deras, karena sakit di tenggorokan makin menjadi-jadi. Sampai akhirnya gue capek nangis, juga karena nggak bisa berbuat apa-apa selain itu, akhirnya gue tertidur. Zzzzz…..

Gue bangun dengan pipi berlumuran sisa air mata campur iler. Alhamdulillahiroobbil alamin, permen Relaxa yang beberapa jam lalu nangkring di tenggorokan gue udah lenyap, menyisakan nyeri di tenggorokan. Replay’s belive it or not, gue nyesel banget. Semua ini gara-gara tangan iseng gue, demi permen gue sampai nekat nyolong gope milik Mama. Dan akibatnya, gue harus nerima hukuman langsung dari yang di atas, tanpa ampun. Jera deh, nggak lagi, cukup sekali ini gue dihukum sedemikian rupa. Nggak lagi deh yang namanya colong-menyolong, bakat tangan panjang gue cukup berhenti sampai disini, takut kualat lagi. Bisa jadi, kalau gue tetap nekat, bukan permen yang bakal nongkrong di tenggorokan, tapi gope tadi. Hiiyy…. Seremmmm…

Oke Mama, mulai sekarang, jatah ngemil dua kali sehari juga nggak apa-apa, gue udah bersyukur. Ada pelajaran penting yang gue dapat dari kejadian barusan. Yang penting, jangan pernah beliin gue, permen Relaxa lagi!!!

0 komentar: