THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES
Welcome Comments Pictures

Minggu, 02 Maret 2014

Tak bisa memiliki

Jadikan aku yang kedua, Buatlah diriku bahagia, Walaupun kau takkan pernah, Kumiliki selamanya….. “DIIIAAAAAAAAAAAAAAAAMMMMMMMMMM…” Teriak Inue lantang pada kakaknya Eru. Selengkapnya... Bukan tanpa alasan adiknya yang biasa bersikap lembut itu kini tampak garang seperti harimau kelaparan. Ia gemes melihat tingkah kakaknya yang dari hari kehari semakin membuatnya jengkel bukan kepalang. Meski sebenarnya apa yang dilakukan Eru hanyalah hal biasa, menyayi dan bersenandung lagu-lagu yang paling Inue benci. Lagu tentang cinta, siapa pun penyanyinya, judulnya, jika itu berhubungan dengan cinta atau perselingkuhan, Inue sangat benci. Berkali-kali ia melarang Eru untuk tidak bernyanyi di dekatnya, tapi kakaknya yang memang super bandel plus ngeyel itu paling doyan membuat Inue jengkel, bisa ditebak rumah yang dulunya aman, damai, tentram, dan sehat sentosa itu kini berubah seperti neraka, tentu saja itu hanya bagi Inue. “Abang itu emang senang ya melihat aku menderita??? Hah???” Inue mulai menangis. Rasanya sudah tidak tahan selalu diejek seperti ini. Pikirannya memang sedang galau, stress, perasaan benci, sakit hati, cemburu, marah bergumul, memberontak. Hatinya perih setiap kali mendengar lagu-lagu yang sepertinya dibuat seolah untuk menyindir dirinya. Kali ini Eru diam, ditanya seperti itu oleh adik semata wayangnya sambil berlinang air mata jadinya trenyuh juga, ia menunduk. “Maaf. Tapi abang nggak nyangka dede jadi semarah ini. Setahu abang, dede gadis yang tegar. Udah ya, jangan nangis lagi, abang janji nggak bakal nyanyi lagu-lagu sedih lagi.” Eru berusaha menghibur adiknya. “AKU BENCI ABANG…” Sudah tak tahan, ia menghambur lari menuju kamarnya. Dibantingnya pintu kamar kuat-kuat, menimbulkan bunyi keras. “Ternyata dede benar-benar mencintai cowok itu.” Batin Eru mengeluh. *** “Kita bubar saja.” Ujar Inue berusaha tetap tegar meski dalam hatinya menangis. “Tapi Nue, aku masih sayang kamu. Tolong, pikir-pikir lagi.” Pinta Bintang memohon. Jujur, ia belum siap kehilangan Inue yang selama ini selalu menemani hari-harinya. “Buat apa? Supaya aku bisa terus menderita? Supaya kamu bisa liat aku terus tersiksa? Cukup, aku nggak sanggup lagi.” Bintang menatap mata Inue, tampaknya gadis itu tidak main-main. Sangat jelas api itu berkobar disana. “Aku tahu, kamu masih sayang aku. Jadi buat apa? Kenapa kamu ingin mengakhiri ini semua?” Bintang mencoba membujuk. Sama halnya dengan Bintang yang bersikeras untuk tetap mempertahankan hubungan mereka, Inue juga bersikeras untuk mengakhiri hubungan yang sudah mereka bina selama enam bulan itu. “Percuma. Cintaku sudah mati. Nggak ada gunanya. Aku capek.” “Tapi Nue…” “Sudahlah. Ikhlaskan. Aku menderita, sakit. Bahkan hampir Gila. Jadi biarkan aku pergi.” Separuh jiwaku, pergi Memang indah semua, tapi berakhir luka Keputusan Inue untuk mengakhiri hubungan mereka memang sudah terpikirkan sejak lama, bukan karena ia tidak mencintai Bintang lagi. Justru sebaliknya, cinta itu tumbuh subur, dan ia tak sanggup untuk menahan rasa sakit akibat derita dan dilema cinta yang dialaminya. Ia mencintai orang yang salah, seseorang yang sudah memiliki pacar. Dan ia sadar, betapa ia terlalu bodoh, kenapa begitu tergila-gilanya pada orang yang sudah punya pacar. Memang bukan salah bintang sepenuhnya, toh saat itu Inue sendiri masih berpacaran dengan Hendra, dan mereka masing-masing mengakui bahwa mereka sudah punya pacar. Hanya saja, hubungan yang berawal dari iseng itu justru berlanjut, Inue sendiri lebih memilih Bintang dan memutuskan Hendra. Namun siapa sangka, mencintai Bintang justru membuatnya menderita, karena Bintang sendiri hingga kini masih berhubungan dengan pacarnya. Tentu saja itu tidak adil bagi Inue, karena statusnya sekarang jelas-jelas hanya selingkuhan. Kuakui kusangat-sangat menginginkanmu Tapi kini kusadar ku diantara kalian Aku tak mengerti,ini semua harus terjadi Lupakan aku, kembali padanya, Aku bukan siapa-siapa untukmu, Kucintaimu tak berarti bahwa kuharus memilikimu slamanya Inue sudah seperti orang linglung, tiap hari kerjaannya hanya melamun, melamun, dan melamun. Itu sebabnya Eru tak tega melihat adik semata wayangnya itu menderita, merana, dan tersiksa. Ia ingin membantu adiknya, tentu saja membantu melupakan bintang, karena Bintanglah yang telah membuat adiknya yang dulu selalu ceria itu kini terpuruk, di pikirannya hanya ada Bintang. Tapi Eru bingung, karena Inue sendiri tak ingin abangnya ikut campur, apa pun yang dialami adiknya. Itu pinta Inue saat Eru dengan terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya dengan hubungan terlarang mereka. Dan kini, saat adiknya mengambil keputusan untuk mengakhiri penderitaannya, ada perasaan lega di hati Eru, meski ia sadar adiknya tidak seceria dulu lagi. Lebih suka mengurung diri, wajahnya semakin murung, hobbynya yang dulu suka main Playstasion dengannya kini beralih, menjadi pelamun sejati. Yah, paling tidak kini adiknya bisa terbebas dari rasa bersalah, egois dan terkekang oleh harapan yang tak kunjung datang, harapan dan keinginan memiliki Bintang. “Waktu akan mengubah semuanya. Dede pasti bisa…” Ujar Eru memberi semangat. Namun Inue hanya memberikan senyuman tipis, tepatnya senyuman sinis. “Abang kira semudah itu? Bintang udah nyuri hati aku, bang. Bintang yang buat aku mabuk kepayang. Dia udah buat aku ngerasain indahnya cinta, Aku sayang dia.” Inue mulai menangis, ditutupnya wajah sendunya, dan melanjutkan keluh kesahnya, “Dia yang buat aku pisah sama Hendra, dia yang mampu buat aku ngelupain Hendra, dia yang udah gantiin posisinya Hendra. Dan sekarang? Sia-sia aku memilihnya. Sakit bang, rasanya nggak ada artinya aku hidup. Aku sudah mati rasa. Aku nggak bisa ngelupain Bintang. Percuma kalau aku hidup tanpa cinta, tanpa Bintang. Percuma.” Sesal Nue semakin terisak. Lepaskanlah, ikatanmu Dengar aku, biar kamu senang Bila berat, melupakan aku, pelan-pelan saja… Melihat air mata itu mengalir semakin deras, Eru jadi miris. Ingin rasanya ia mendatangi Bintang, memaksanya untuk memutuskan pacarnya, dan memilih Inue sebagai kekasihnya. Munafik memang, melakukan itu sama saja dengan menjilat ludah sendiri. Ia yang dulu sangat tidak menyetujui hubungan terlarang itu,dan kalau sekarang ia harus bertindak bodoh, itu karena tak tega melihat adik semata wayangnya bermuram durja. Bagaikan buah simalalakama, hidup enggan mati tak mau. Serpihan hati ini, kupeluk erat Akan kubawa, sampai kumati Memendam rasa ini, sendirian Ku tak tahu mengapa aku tak bisa, melupakanmu…. *** “Tapi itu sudah jadi keputusan Inue sendiri, bukan aku yang mau. Bagaimana pun aku memohon, dia tetap bersikukuh untuk pisah.” Jelas Bintang ketika Eru memintanya untuk balikan dengan Inue. “Itu karena kamu nggak pisah juga sama cewekmu itu. Padahal Inue udah mutusin pacarnya.” “Aku tahu, tapi nggak semudah itu, Ru. Orang tua kami sudah saling kenal, aku bingung harus bilang apa. Lagipula aku tidak yakin hubunganku dengan adikmu berhasil atau tidak. Setelah kupikir-pikir, memang ada baiknya kami bubar. Dengan begitu, Inue juga tidak menderita.” “Tapi yang aku lihat, setelah kalian berpisah, ia semakin menderita. Aku yakin, ia sebenarnya tidak ingin melepaskanmu. Hanya karena dia sudah tidak sanggup lagi, itu sebabnya Inue lebih memilih pisah denganmu.” “Ngertiin keadaanku. Aku nggak bisa semudah itu mutusin hubunganku dengan pacarku.” “Itu karena lo egois, lo pengecut.” “Terserah kamu mau ngomong apa. Yang jelas, aku minta maaf, aku nggk bisa jagain adikmu lagi.” Bintang berlalu, meninggalkan Eru yang masih termangu. Dalam hati, Bintang sendiri tak pernah rela melepaskan Inue dari sisinya. Namun keputusan untuk berpisah memang jalan terbaik. Mencintai bukan berarti harus memiliki. Aku tak bisa memiliki, menjaga cintamu Walau sesungguhnya hatiku, Mencintaimu, memilikimu Aku tak ingin kau terluka, mencintai aku Hapuslah air matamu, dan lupakan aku…. Sudah sebulan sejak perpisahan itu, baik perasaan Inue maupun Bintang sendiri masih sama, cinta di hati tak kunjung pergi, padahal penderitaan itu sangat menyiksa,terutama bagi Inue sendiri yang hingga kini belum bisa menerima kenyataan bahwa Bintang bukan miliknya lagi. Meski kesibukan selalu menyita waktunya, bayangan dan memory indah tentang mereka tak pernah luput dari ingatannya. Selalu menghantui disetiap geriknya, setiap hembusan nafasnya. Dan itu membuat Inue lelah, lahir batin. “Cuma mau bilang, seperti apa pun keadaan kita sekarang. Aku masih sayang sama dirimu. Aku nggak peduli apa akibatnya aku ngomong kayak gini, Cuma mau nyampein perasaanku saja, paling nggak bisa sedikit buat lebih tenang.” Saat Inue sudah pasrah, saat ia telah lelah berpikir, pesan singkat itu berbicara. Membuatnya sedikit tersenyum, meski ia tahu, pesan itu tidak akan merubah apa-apa. Paling tidak, perasaannya bisa sedikit lega. Ternyata cinta di hati Bintang masih hidup. Walau hanya separuh nafas. Meski raga ini tak lagi milikmu, Namun di dalam hatiku sungguh engkau hidup Entah sampai kapan, kutahankan rasa cinta ini, Jauh di lubuk hatiku, masih terukir namamu, Jauh di dasar jiwaku, engkau masih kekasihku…

[+/-]