THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES
Welcome Comments Pictures

Selasa, 24 September 2013

Dilema Cinta (karya gue neh)

“Well, how are you today. Sudah adakah cinta itu hadir untukku.”
Pertanyaan sama yang kudengar hampir tiap hari. Menyebalkan.
Hari ini Andre menelponku pagi-pagi sekali, hanya untuk menanyakan bagaimana perasaanku padanya.
“Belom.” Jawabku singkat.
 “Yahh, nasib, nasib.” Andre menggerutu.
Bisa kubayangkan bagaimana rupanya sekarang, merengut, wajah ditekuk, bibir dimonyong-monyongin. Nggak oke banget! Selengkapnya 
“Resiko.” Kalimat yang biasa kuucapkan ketika ia mulai mengeluh tentang nasib sialnya. 
 “Oke, oke. Nggak apa-apa sayang, aku akan tetap menunggumu. Hehehe..” 
Seperti biasa pula, ia tak pernah menyerah untuk slalu menyemangati diri sendiri, tak pernah jenuh untuk terus optimis seolah yakin bisa merebut hatiku. 
Sebenarnya aku heran, baru kali ini bertemu pria yang pede’nya tingkat tinggi. Yakin banget aku bisa jatuh cinta padanya, padahal sudah hamper sebulan kami berpacaran, jangankan cinta, sayang aja enggak. Just feel confort. Hanya perasaan nyaman, no more. 
“Any else? Aku lagi nggak mood nih.” 
 “Oh ya, sakit kah say? Sakit apa? Udah ke dokter?” Tanya Andre lebay. 
Aku geleng-geleng. Ini cowok nggak mudeng banget sih. Sabar, sabar, untung aja cowok gue, kalau nggak udah gue putus nih sambungan telpon. 
“Aku bilang aku lagi nggak mood, bukan lagi sakit.” Aku memperjelas. 
“Oohh, ngomong dong dari tadi” Jawabnya O’on. 
Bikin tambah gemes. Grrrrr…. “Hem. Udah ya. Ntar sambung SMS aja. Mekum!” aku mengakhiri pembicaraan. Klik. 
*** 
Kututup diary Pink-ku rapat-rapat. Lega rasanya bisa mencurahkan isi hati. Just my Die _nama panggilan Diaryku_ setelah yang di atas, yang tahu bagaimana gundahnya hati ini. Setiap hari diri ini terkekang oleh beban masa lalu. Perasaan luka yang begitu membekas di hati, hingga sulit untuk terobati. Meski jauh di lubuk hati, tak bisa kupungkiri, nama someone itu masih jelas terukir, tanpa pernah tergantikan bahkan oleh seorang Andre yang ngakunya bisa membuatku bertekuk lutut padanya. 
“Pagi nyonya Blondie.” Sapa sobatku Feny. 
Gadis tercantik nomor dua di kampus setelah aku. Wataw, menurutku aja sih, hahay!! 
“Pagi nyonya Blanda.” Balasku ngawur. Ia nyengir kambing, aku nyengir kuda. Mbekk, Nghikk! 
“What happened today? Kalau tragedinya masih kaya’ kemaren-kemaren, nggak usah diceritain, bosen!” 
 “Hem, udah tau kan. Nothing special. Lo aja yang crita, masa gue mulu.” Feny mikir, matanya muter-muter kaya’ hantu, kebiasaan, kalau bukan temen udah kucolok dari tadi tuh mata. 
“Ada, ada! Gue yakin lo pasti kaget dengernya.” Feny seolah sadar akan sesuatu, bikin penasaran aja. 
 “Apaan?” “Lo tau nggak?” “Mana gue tahu, lo belum kasih tau, gimana sih?” 
“Hihihi, iya, iya. Sengaja gue biar lo tambah penasaran.” Pletak!! Jitakanku mulus mendarat dikepala Feny. Ia mengaduh, tapi apa peduliku, siapa suruh bikin orang penasaran. 
“Kemaren gue dapet telpon dari your X, doi nanyain elo.” Sontak aku kaget, untung nggak jantungan. Apa nggak salah denger nih, dia nanyain aku? 
“Oh ya? Tanya apa?” aku sok jaim, lebih tepatnya gengsi, padahal dalam hati berbunga-bunga. 
“Yeee, kok respon lo gitu doang?” Feny nggak nyangka jawabanku seolah tak peduli. 
“Lah, emang mau bagaimana? Oh ya? Trus dia bilang apa, pasti dia kangen gue, aduh senengnya hati, ternyata gue masih ingat gue, pasti dia baru sadar kalau gue itu someone special. gitu??? No, no. no!! Nggak segitunya kale.” 
Munafik banget gue, lain dimulut lain di hati. Prikitiw, biarin aja deh, bisa jatuh reputasi kalau sampai Feny tahu kalau aku masih lope sama my X. “Ya udah, percuma dong gue ngomong. Nggak jadi deh!” 
Nah lo, belum selesai cerita udah ngomong udah, gimana sih ini anak. “Eits, cerita dulu, dia Tanya apa?” Kena juga deh. 
“Ckckck, penasaran juga rupanya. Jadi gini, kemaren dia ngomong, lo apa kabar?” 
“Itu aja? Kirain penting kek, bilangin buruk!!” “Hahaha, sabar non, belum selesai gue ngomong.” 
“Oh, lanjut deh!” “Dia nanyain lo, kapan ada waktu, mau ngajak ketemuan.” Alamak jannn!! Mimpi di siang bolong, langka banget tu orang ngajak ketemuan, what happened? 
“Yang bener lo?” tanyaku antara percaya dan tidak. Feny angguk-angguk. Yippiiiii… 
*** 
Jika ucapan Feny kemaren bagai mimpi di siang bolong, berita yang kudengar barusan bagai petir di siang bolong. Namanya tertulis jelas di undangan. Ia akan menikah!!! Dan dengan wajah tersenyum tanpa dosa ia menyerahkan undangan itu padaku, tega!
“Datang ya!” Aku masih termangu. Berita ini seolah menamparku bertubi-tubi. Sakit rasanya. 
“Owh. Oke. Aku pasti datang.” Kupaksakan sebuah senyum, senyum terpaksa. Ia balik senyum, senyum bahagia tentunya. Ahh, andai ia tahu bagaimana sakit hatinya aku, akankah ia tetap setega ini. Nggak sanggup. 
“Ada lagi? Kayaknya aku harus buru-buru. Pacarku tadi nelpon.” Aku berbohong. Peduli amat. Aku mau pulang, pengen nangis, pengen cerita sama my Die. 
“Nggak ada. Ya udah, hati-hati ya. Salam sama pacar kamu, trus jangan lupa, datang di hari pernikahanku!” Ia mengingatkan. 
Die, help me! Dia mau nikah, trus aku bagaimana. Enak banget dia, nikah sama pacarnya, orang yang dia cintai sekarang, sedangkan aku Die, aku nggak cinta sama Andre. Sekeras apa pun aku mencoba, tetap nggak bisa Die, nggak bisa lupain dia, nggak bisa jatuh cinta sama Andre. What can I do, andai bisa hilang ingatan, mungkin itu lebih baik daripada harus tersiksa gini, Die. Aku nggak sanggup. Bantu aku Die!! 
*** 
Kau cantik, tapi ada gurat kesedihan yang memancarkan duka di wajah itu, sesuatu yang di anggap buruk, kamu terlalu tertutup, hanya karena masa lalu, sesuatu yang tak semestinya kau ingat lagi. Bangunlah, kau bukan anak kecil lagi yang slalu harus diingatkan bagaimana caranya mencintai dan melupakan. Keduanya berbeda, tapi satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, ketika takdirmu jatuh cinta, jangan lupa takdir lain masih ada, ketika jodoh sudah tak di tangan, maka hal lain yang bisa kau lakukan hanyalah melupakan, dan memulai hidup baru. Mencari takdir yang lain. Memang, mudah untuk berkata. Seolah apa yang kau alami adalah hal biasa, tapi bukankah sudah lumrah, ketika sudah tak bersama, untuk apa bersikeras tetap mencintainya, mempertahankan cinta yang sudah tak ada gunanya. Carilah kebahagiaan lain, kebahagiaan yang mungkin lebih menyenangkan berbanding apa yang pernah kau terima ketika bersamanya. Mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan hati untuk merasakan. Lihat, dengar dan rasakan, meski hal sepele, barangkali itu bisa membuatmu sadar, masih banyak laki-laki yang bisa kau cinta, berbagi suka dan duka, yang mencintaimu apa adanya, yang rela berkorban, dan sanggup membantumu dari luka berkepanjangan. Jangan hanya terfokus akan satu hal. Seburuk apapun masa lalu, paling tidak, hal itu membuat kamu lebih kuat dan menjadi lebih dewasa. 
Your Die. ^_^. END

[+/-]

Senin, 16 September 2013

I Will Survive

Mengutip selembar demi selembar kisah menarik tentang orang-orang yang berputus asa, yang kemudian bangkit dan menjadi orang-orang yang hebat, yang sama sekali tak pernah terduga yang bahkan mereka sendiri tak pernah membayangkannya.
Malam yang begitu gelap. cahaya lampu temaram menemani lajunya tinta hitam yang mengotori kertas putih, diary kesayanganku.
Pukul sembilan lewat empat puluh lima menit, dua jam setengah menjelang tengah malam.
Aku begitu kesepian, bukan karena sedang bersendirian, melainkan karena lubuk hati yang telah lama tak bertuan,
Siapakah kekasih hati yang hingga kini banyak berkeliaran, namun tak pernah singgah barang sejenak?
Kapankah hati ini benar-benar membukakan pintunya lebar-lebar?
But, i will survive, karena hidupku masih sangat panjang.

[+/-]